Senin, 07 Juni 2010

Injil Matius

Sejak Pekan Biasa X dalam tahun Liturgi C/II 2010 di bulan Juni ini, setiap hari kita akan mendengarkan dan merenungkan Injil Matius sampai dengan akhir Pekan Biasa XXI, 28 Agustus nanti. Maka ada baiknya jika kita juga mengenal Injil Matius itu.

Injil Matius adalah kitab pertama dari kanon Perjanjian Baru dan pada umumnya diyakini jemaat Kristen kuno sebagai Injil pertama yang dituliskan. Tradisi ini tidak mendapat tentangan sampai zaman modern (abad kesembilanbelas), dan kini, pendapat yang berlaku di antara kebanyakan ahli abad keduapuluh adalah bahwa Injil Markus-lah yang dianggap sebagai Injil pertama.

Para ahli menyatakan bahwa Injil Matius ini ditulis bagi orang Kristen Yahudi karena sejumlah alasan: (1). Injil ini menekankan bahwa Kristus adalah pemenuhan Kitab Suci Perjanjian Lama. (2). Berbagai adat Yahudi disebutkan begitu saja, tidak diberi penjelasan. (3). Tradisi menyatakan bahwa Injil ini ditulis untuk orang Kristen Palestina. (4). Kristologi Matius didasarkan pada suatu pandangan akan Yesus sebagai seorang Musa baru, dan sebagai seorang Salomo baru yang membangun Bait Allah yang baru pula. Yesus lebih dimuliakan daripada para tokoh dan pranata Perjanjian Lama.

Injil Matius tidak menyebutkan nama pengarangnya, tetapi kesaksian Gereja purba pada umumnya menyatakan bahwa pengarang kitab ini adalah rasul Matius. Judul kitab Injil Yesus Kristus “Menurut Matius”, dianggap ditambahkan menjelang awal abad kedua atau tak jauh sebelumnya.

Injil ini sangat dikenal di kalangan Gereja purba. Kutipan dari dan rujukan-rujukan pada teks Injil Matius terdapat dalam Didakhe dan dalam tulisan-tulisan Santo Ignatius dari Antiokhia pada awal abad kedua M. Dari masa uskup Papias dari Hierapolis (sekitar tahun 120) pengarang kitab ini diyakini rasul Matius. Keraguan tentang hal ini baru muncul di abad kesembilanbelas.

Kapan Injil Matius ditulis sulit dipastikan. Hal itu untuk sebagian bergantung pada soal, apakah Matius mengandalkan Injil Markus atau tidak, apakah tradisi benar dalam pernyataannya bahwa Matius (atau sebagian darinya) pada mulanya dituliskan dalam suatu bahasa Semit dan baru kemudian diterjemahkan dalam teks Yunani yang kita miliki sekarang. Waktu penulisan yang diperkirakan untuk kitab ini terentang antara tahun 50 hingga 100 M, namun kebanyakan ahli lebih condong pada masa antara 80-90 M. Sementara itu. tidak ada bukti yang mendukung waktu penulisan sesudah hancurnya Yerusalem oleh bangsa Roma pada tahun 70M. Yesus dalam Injil Matius meramalkan bencana historis itu (Mat 22:7; 24:1-51), namun tidak ada petunjuk bahwa si pengarang Injil mengetahui peristiwa itu sudah terjadi. Komisi Kitab Suci Kepausan (Pontifical Biblical Commission) mengandalkan kuatnya bukti ini ketika di awal abad keduapuluh membahas penulisan Injil Matius :

Dukungan atas pendirian ini ditemukan di dalam Injil sendiri. Matius tidak merujuk sesuatu yang menegaskan kehancuran Yerusalem walaupun ia merekam ramalan Yesus mengenai hal itu dalam Wacana tentang Akhir Zaman (Mat 24:2). Ini menandakan titik penyimpangan dari gaya penulisan Matius yang biasa ketika menceritaan detil yang penting dan menarik yang tetap relevan pada masa ia menulis (bdk Mat 27:8; 28:15). Jika diambil bersama-sama, bukti itu menunjukkan suatu waktu penulisan yang lebih awal dari peristiwa yang mengerikan di tahun 70 itu, walaupun mayoritas ahli Kitab Suci tetap mempertahankan pendapat mengenai Markus sebagai Injil pertama.

ISI

i. Silsilah Kristus (Mat 1:1-17)
ii. Masa Kanak-kanak Yesus (Mat 1:18-2:23)
iii. Karya Awal Yesus (Mat 3:1-7:29)
A. Perutusan Yohanes Pembaptis (Mat 3:1-12)
B. Pembaptisan dan Pencobaan Yesus (Mat 3:13-4:11)
C. Misi Yesus di galilea (Mat 4:12-25)
D. Khotbah di Bukit (Mat 5:1-7:29)
iv. Yesus Membuat Mujizat dan Perutusan Keduabelas Rasul (mat 8:1-10:42)
v. Yesus Mengajar dan Menggunakan Perumpamaan (Mat 11:1-18:35)
vi. Perjalanan ke Yerusalem (Mat 19:1-20:34)
vii. Sengsara, Wafat dan Kebangkitan Yesus (Mat 21:1-28:20).

Tak bisa disangkal bahwa Matius adalah Injil yang paling dikenal, dan Injil Matius juga dikenal sebagai Injil yang paling cocok untuk pengajaran agama. Matius mengelompokkan beberapa bagian kisah dan wacana berselang-seling. Di dalam [enam rangkaian] khotbah, Matius menangkap suara Yesus yang mengajar dan bicara (bdk Mat 5:3-7:27; 10:5-42; 13:3-52; 18:2-35; 23:2-39; 4:4-25:46). Kitab ini disusun di sekitar rangkaian wacana Yesus itu, dan penyampaian ajaran serta tindakan Yesus bersama-sama menyingkapkan jati diri dan perutusanNya yang sebenarnya.


Beberapa tema dari Injil Matius:

A. Yesus Bersama Kita Dalam Gereja
Matius menyampaikan Kabar Gembira tentang karya penebusan Yesus. Ia menulis tentang Yesus sebagai “Emanuel” (Tuhan beserta kita), dengan menggunakan sebutan itu dalam bab pertama (Mat 1:23) dan kata-kata yang paling akhir diucapkan Yesus (Mat 28:20). Kita juga bisa menyebut Injil ini sebagai Injil yang paling “gerejawi”: Hanya Matius saja di antara Injil-injil yang menggunakan kata “Jemaat” atau Gereja (ekklesia, Mat 16:18; 18:17). Matius menunjukkan kepada kita bahwa Kerajaan Allah sudah didirikan di dunia di dalam Gereja, dan bahwa Kristus yang bangkit selalu menyertai umatNya di dalam Gereja.
Selanjutnya Matius berusaha mendokumentasikan pengelolaan Gereja dan kepemimpinan yang ditunjuk secara ilahi. Pentingnya para rasul dikatakan oleh Yesus ketika Ia menyatakan “apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel” (Mat 19:28). Pucuk pimpinan atas Gereja diberikan kepada Petrus selaku Karang (Mat 16:18) dan kepadanya Yesus mempercayakan “kunci-kunci Kerajaan Surga” (Mat 16:19), dan atas dia Yesus membangun Gereja-Nya, Bait Allah yang baru. Yesus juga memberikan kuasa untuk mengikat dan melepas kepada para rasul (Mat 18:18).

B. Simbolisme Silsilah Kristus
Injil diawali dengan suatu silsilah Yesus yang dengan cara yang lembut menyatakan Dia sebagai Mesias keturunan Daud. Ini sering tidak diperhatikan oleh para pembaca di masa modern, yang tidak mengetahui tujuan yang hendak dicapai oleh Matius. Ia menyusun para leluhur Yesus dalam tiga kelompok, yang masing-masing terdiri dari empat belas generasi, dan dengan sikap teliti menyunting nama-nama supaya cocok dengan rencananya.
Angka mempunyai nilai simbolik yang penting bagi orang Yahudi pada zaman Yesus. Dalam bahasa Ibrani, huruf-huruf tidak hanya mewakili suara, tetapi juga nilai angkawi. Maka setiap nama mengandung nilai angka yang penting. Nama Daud misalnya (dalam aksara Ibrani dwd) nilainya empat belas. Nama Daud juga ditempatkan dalam urutan keempat belas di dalam silsilah itu. Angka tiga melambangkan kesempurnaan. Maka tiga kelompok yang masing-masing terdiri dari empat belas nama mau menyatakan kesempurnaan bagi Daud. Yesus adalah Anak Daud yang sempurna, Mesias yang ditunggu-tunggu, dan silsilahNya saja sudah menyatakan hal itu.

C. Kerajaan Surga
”Kerajaan Surga” mencuat tinggi sebagai tema utama dalam wacana-wacana Yesus. Ia datang untuk memulihkan kerajaan Daud, membawa pemenuhan janji Allah untuk mendirikan kerajaan yang kekal melalui garis keturunan Daud. Maka Injil Matius penuh dengan ayat-ayat yang membandingkan Yesus dan KerajaanNya dengan kerajaan Daud. Yesus menyandang gelar Mesias ”Anak Daud” (Mat 1:1), dilahirkan dari garis keturunan raja Daud (Mat 1:2-17); Ia “lebih agung daripada Salomo” (Mat 12:42) dan lebih besar daripada Bait Allah Salomo (Mat 12:6); Ia membangun Bait Allah yang baru yang lebih besar lagi (Mat 16:18); kerajaanNya meliputi kedua belas suku (Mat 19:28) dan segala bangsa (Mat 28:19); dan Ia membangun GerejaNya atas dasar seorang perdana menteri yang memegang kunci-kunci Kerajaan (Mat 16:19) sebagaimana raja-raja keturunan Daud menjalankan pemerintahan melalui menteri-menteri utama mereka.
Maka Kerajaan Surga adalah lebih dari kerajaan Daud yang dipulihkan; sesungguhnya kerajaan Daud yang ditampakkan dalam pemerintahan Daud dan Salomo, hanyalah suatu tampilan ekstra sebagai pendahuluan bagi Kerajaan Mesias, di mana janji yang diberikan kepada Daud seluruhnya dipenuhi. Hidup Kristen dengan demikian melampaui Hukum dan Perjanjian Lama.
Dalam Khotbah di Bukit, Yesus menggambarkan hidup Kristen yang ideal (Mat 5-7); dalam wacana perutusan Ia memberi pengarahan kepada para rasul agar mewartakan Injil di Galilea (Mat 10:5-15) dan menubuatkan pekerjaan misi Gereja di seluruh dunia (Mat 10:16-42); dalam kisah perumpamaanNya (Mat 13) Yesus mengungkapkan misteri Gereja dan memberikan jaminan bagi pertumbuhan dan kejayaan KerajaanNya di dunia; dalam Khotbah mengenai kehidupan Gereja (Mat 18) Yesus menggariskan suatu prosedur disiplin Gereja, dengan menekankan perlunya pengampunan dosa dan memberikan kuasa kepada para rasul untuk mengikat dan melepaskan dalam namaNya (Mat 18:15-20); dalam wacana tentang Akhir Zaman (Mat 24-25) Ia meramalkan hancurnya Yerusalem dan Bait Allah dan berakhirnya Perjanjian Lama.
Matius selalu hati-hati ketika menunjukkan bagaimana janji-janji dari Perjanjian Lama dipenuhi dengan penetapan Perjanjian Baru. Yesus membawa berkat melalui Abraham untuk segala bangsa (bdk Mat 8:10-12; 28:18-20) bahkan ketika Ia menyatakan sifat Hukum Musa yang hanya sementara dan transisional. Berlalunya Perjanjian Lama benar-benar ditegaskan ketika Yesus meramalkan hancurnya Bait Allah dan ketika Ia membatalkan izin yang diberikan Musa untuk perceraian dan menikah lagi (Mat 19:1-9). Namun Yesus juga menetapkan Hukum Baru, suatu norma baru untuk hidup yang melampaui tuntutan Hukum Musa dan meminta kesucian rohani yang mendalam dan kasih persaudaraan. (Bahan: CBD)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar