Selasa, 09 November 2010

Seminari Tinggi Kentungan MOHON BANTUAN

Saya ingin meneruskan permintaan bantuan yang disampaikan Seminari Tinggi St Paulus, Kentungan, Jogjakarta, yang terletak sekitar 7 km di sebelah utara Jogja ke jalan menuju Kaliurang, di lereng Merapi.
Dengan terjadinya erupsi Merapi, Seminari Tinggi menjadi tempat pengungsian sebagian warga. Facebook Seminari Tinggi Kentungan menyatakan sbb: "apakah ada donatur yg berkenan menyumbang beras dan sayuran ke seminari...persediaan kami menipis buat 936 orang pengungsi... setiap hari kami butuh 3 kwt beras...matur nuwun..."
Terima kasih untuk perhatian dan dukungan teman-teman.

Selasa, 02 November 2010

Doa Arwah dan Api Penyucian

Gereja adalah keluarga Allah. Ini bukan suatu kiasan, tetapi kenyataan. Yesus mewahyukan Allah sebagai Bapa, dan para anggota Gereja adalah putera dan puteri angkatNya. Kita semua adalah saudara dan saudari dari Putera Allah, Yesus Kristus, yang mengajar, “Sebab siapa pun yang melaksanakan kehendak BapaKu yang di surga, dia adalah saudaraKu laki-laki dan saudaraKu perempuan, dia adalah ibuKu” (Mat 12:50). Ini menyiratkan bahwa semua anggota Gereja, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, berhubungan satu sama lain sebagai saudara dan saudari di dalam Yesus Kristus dan sebagai putera dan puteri Allah, Bapa kita.
Teologi Katolik menyebut konsep Gereja sebagai keluarga Allah ini “persekutuan para kudus”.
Ada sebagian anggota Gereja yang telah meninggal dan belum masuk dalam hadirat Allah yang mulia karena masih dilekati dosa-dosa yang belum disesali, atau karena akibat dari dosa masih tersisa pada saat kematian mereka. Orang Katolik percaya sejak masa Gereja Awal, bahwa Allah dalam kerahimanNya memurnikan mereka dan membersihkan mereka dari dosa-dosa dan akibat-akibatnya, sehingga mereka pantas masuk ke hadirat Allah mahakudus, yang di hadapanNya ‘tidak akan masuk ke dalamnya sesuatu yang najis’ (Why 21:27). Inilah karya akhir dari Allah, yang membebaskan umatNya dari sisa-sisa ikatan dosa, yang disebut api penyucian.
Sebagaimana Allah menyucikan bibir yang kotor dari nabi Yesaya dengan batubara yang menyala (lih Yes 6:5-7), demikian jugalah mereka semua yang pada dasarnya setia kepada panggilan dan rahmat Allah dalam hidupnya akan dibersihkan dari dosa-dosanya di api penyucian. Banyak orang Katolik berpegang pada perikop Surat Santo Paulus kepada jemaat di Korintus yang pertama (1 Kor 3:11-15) yang menyatakan bahwa untuk menguji pekerjaan seseorang, dan digunakan menjadi rujukan untuk api penyucian, di mana: “Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api” (1 Kor 3: 15). Karena pemurnian dengan api adalah menderita, demikian pulalah Tuhan menderita setiap kali Ia membebaskan kita dari pola ikatan dosa dalam hidup ini, maka umat Kristiani sudah sejak lama mempunyai tradisi untuk mendoakan mereka yang sudah meninggal. Kita memohon agar Allah mengasihani mereka, dengan mendoakan supaya pemurnian yang memang perlu untuk bisa masuk surga agar lebih cepat diselesaikan. Banyak pemimpin Gereja Awal mendorong umat agar mendoakan arwah mereka yang telah meninggal karena alasan ini, dan Konsili Vatikan Kedua mengajar: “Karena sangat menyadari ikatan yang mempersatukan seluruh Tubuh Mistik Kristus itu, Gereja yang masih berziarah [di dunia] sejak masa awal agama Kristiani memelihara dengan khidmat kenangan akan mereka yang telah meninggal. Karena “sungguh suatu pikiran yang mursid dan saleh mendoakan mereka yang sudah meninggal supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka (2 Mak 12:45), maka Gereja juga mempersembahkan kurban silih bagi mereka.”
Maka jelaslah bahwa bagi Gereja, persekutuan para kudus, sungguh-sungguh merupakan keluarga Allah yang semua anggotanya saling mengasihi dan memperhatikan satu sama lain. Seperti ujung gunung es di laut, ujung yang kelihatan dari Gereja, yaitu mereka yang masih hidup dalam Gereja di dunia sekarang, langsung bisa kita lihat sekalipun tanpa menggunakan mata iman. Namun dengan mata iman, kita mengetahui bahwa Gereja juga meliputi mereka yang kini berdiri di hadapan tahta Allah dalam kemuliaan, dan mereka yang menunggu diperkenankan masuk surga ke hadapan Allah dengan mengalami penyucian dari dosa dan akibat-akibatnya.
Konsep persekutuan para kudus, yaitu Gereja sebagai keluarga Allah, tentulah memberikan semangat yang besar pada kita. Kita tidak sendirian, tetapi merupakan bagian dari begitu banyak kaum beriman dari segala masa. Surat Ibrani menyerukan:“Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti suka cita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan tahta Allah” (Ibr 12:1-2).