Senin, 07 Juni 2010

Khotbah di Bukit

Umat Katolik diajak merenungkan Khotbah di Bukit melalui bacaan Injil dalam liturgi harian, mulai dari Pekan Biasa X (7 Juni 2010) hingga pertengahan Pekan Biasa XII (23 Juni 2010). Khotbah di Bukit adalah sebutan untuk wacana Yesus dalam Mat 5-7 menurut tradisi. Suatu wacana paralelnya terdapat dalam Luk 6:20-49, yang sering disebut Khotbah di Tanah Lapang, karena diberikan di suatu “tanah datar” (Luk 6:17).

Nama “Khotbah di Bukit” pertama-tama digunakan oleh St Agustinus, yang mengkaji wacana itu sebagai suatu bagian tulisan yang khas (De Sermone Domini in Monte, sekitar tahun 395). Para ahli di abad keduapuluh menduga Matius menyusun khotbah itu dari perkataan-perkataan Yesus yang tersimpan dalam dokumen sumber hipotetis yang disebut Q (huruf depan kata Jerman Quelle, yang berarti sumber). Teks dalam Injil Matius menggunakan bahan yang sama dengan Khotbah di Tanah Lapang yang ada dalam Injil Lukas. Keduanya sama-sama diawali dengan Sabda Bahagia (Mat 5:3-12; Luk 6:20-26) dan diakhiri dengan Perumpamaan Dua Rumah (Mat 7:24-27; Luk 6:46-49). Apa pun sumbernya – tertulis ataupun lisan – para ahli yang paling kritis pun sepakat bahwa Khotbah Di Bukit menyimpan ajaran Yesus yang autentik.


GARIS BESAR

i. Pengantar (Mat 5:1-2)
ii. Sabda Bahagia (Mat 5:3-12)
iii. Garam Dunia (Mat 5:13-16)
iv. Yesus Memenuhi Hukum (Mat 5:17-20)
v. Enam Antitesis (Mat 5:21-48)
vi. Kesalehan yang benar (Mat 6:1-18)
vii. Kekayaan, kecemasan dan Tuhan (Mat 6:19-34)
viii. Penghakiman dan Hukum Emas (Mat 7:1-12)
ix. Pintu yang Sempit (Mat 7:13-14)
x. Pohon dan Buahnya (Mat 7:15-20)
xi. Murid yang Sejati dan yang Palsu (Mat 7:21-23)
xii. Perumpamaan Dua Rumah (Mat 7: 24-27)
xiii. Kesimpulan (Mat 7:28-29)


ISI

Khotbah Di Bukit adalah suatu proklamasi sekaligus Undang-undang Kerajaan Surga. Ia merupakan himpunan kode moral Kristen. Di dalamnya terkandung beberapa bahan yang sangat terkenal dalam Perjanjian Baru (misalnya Sabda Bahagia dan Doa Tuhan “Bapa Kami”). Yesus menyatakan permulaan Khotbah di Bukit dengan: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” (Mat 5:17). Ia menjelaskan bagaimana Hukum Baru memenuhi dan memperdalam pengarahan yang telah ditunjukkan Hukum Lama. Ia mengajar tentang amarah, zinah, perkawinan dan perceraian, sumpah, perdamaian, kasih pada musuh, dan derma. Ia memberikan kepada kita doa Bapa Kami sebagai cara bagi kita untuk mendekati Bapa (Mat 6:9-13). Ia meletakkan Hukum Emas sebagai ringkasan etika Kristen.

Tuntutan dari Khotbah di Bukit adalah tuntutan yang menantang, namun merupakan kunci yang autentik bagi hidup Kristen. Tuntutan itu disampaikan dengan wewenang ilahi dan Mesianis yang melampaui wewenang Musa, yang dulu menyampaikan Hukum kepada Israel di Gunung Sinai. Seperti yang dinyatakan Matius di akhir Khotbah itu, “setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat” (Mat 7:28-29).

Santo Agustinus menyatakan bahwa Khotbah di Bukit menyampaikan “cara hidup Kristen yang sempurna... Khotbah ini memuat... semua prinsip yang diperlukan untuk membangun hidup” (De Serm. Dom 1.1). Paus Yohanes Paulus II almarhum menulis, Khotbah di Bukit merupakan Magna Carta (Undang-undang) moralitas Injil (Veritatis Splendor art 15), khususnya karena Khotbah itu “menunjukkan keterbukaan perintah dan orientasi mereka pada cakrawala kesempurnaan yang khas pada Sabda Bahagia. Melebihi semua janji, Sabda Bahagia ini secara tidak langsung mengalirkan indikasi normatif bagi hidup moral” (Veritatis Splendor art 17) (Lihat juga Katekismus Gereja Katolik [KGK] 1965-1966; 1968; 1454; 1724; 2153; 2262; 2336; 2608; 2830).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar