Senin, 21 Juni 2010

Jangan Kuatir (Mat 6: 24-34)

Dalam kesebelas ayat renungan hari terakhir liturgi pekan biasa ke XI, empat kali Yesus menyerukan agar kita. “Jangan kuatir”. Ada dua pendekatan yang bisa kita gunakan untuk renungan ini. Yang pertama adalah pendekatan bottom up. Dari bawah ke atas. Yang kedua adalah topdown. Dari atas ke bawah.

Kekuatiran yang berlebihan memang perlu dibahas, sebab kekhawatiran semacam itu punya potensi merongrong nilai “kabar gembira” dan “pembebasan” yang berasal dari Allah. Kekuatiran pada diri manusia merugikan kegembiraan yang timbul dari imannya, dan jika kegembiraan merupakan pangkal sikap untuk memuji Allah (gaudere ut adore, aku ingat suatu motto yang tertera di pintu masuk Gereja Regina Pacis, Magetan), maka kekuatiran dapat mencuri kesempatan orang memuji Allah. Hatinya lebih dipenuhi oleh rasa cemas gelisah. Dengan demikian kekuatiran juga mengikat orang menjadi budak perasaannya lagi, berlawanan dengan kebebasan anak-anak Allah dalam iman yang berdasar kebenaran. Kekuatiran merongrong spontanitas hidup yang mewarnai kebebasan, dan karenanya orang menjadi kagok dalam tindakan, dibayangi oleh pelbagai hitungan “jangan-jangan”. Jangan-jangan nanti begini, jangan-jangan nanti begitu. Pada suatu titik hal ini bisa menambah kewaspadaan, tetapi di sebaliknya hal itu juga bisa membuat orang seperti lumpuh tidak bisa bertindak. Kecemasan sendiri tidak memberikan solusi atas persoalannya. Lalu bagaimana? Obat cemas kuatir itu apa? Obat yang menawarkan kekuatiran adalah kepercayaan bahwa ketika kita mengerjakan sesuatu dengan gembira dan sungguh-sungguh, rasa cemas itu akan berlalu dengan sendirinya. Ini haruslah didasari oleh iman, bahwa Tuhan yang menyelenggarakan segala sesuatu akan memperhatikan kebutuhan kita dan menyertai usaha-usaha kita.

Pendekatan renungan yang kedua adalah topdown. Dari atas ke bawah. Dari hermeneutik ontologi Tuhan kepada tanggapan manusia.
Tuhan adalah dasar yang murah hati dari dimensi waktu sekarang (nunc) dan dimensi ruang di sini (hic). Tanpa Dia, kedua dimensi itu kehilangan maknanya. Dan kekaburan mengenai kehadiranNya ini mencemaskan. Penghiburan “jangan kuatir” merupakan tindakan iman manusia yang menghadirkan Tuhan kembali pada dimensi saat ini dan kini dalam dirinya, dengan mengungkapkan bagian iman yang tidak terucapkan, yaitu : “Aku percaya akan Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta Langit dan Bumi, yang membuat semuanya baik, dan yang kasih dan kuasaNya pada akhirnya akan memastikan bahwa semuanya baik-baik saja...”

1 komentar: