Senin, 07 Juni 2010

Sabda Bahagia

Perikop Mat 5:3-10 lebih dikenal sebagai Delapan Sabda Bahagia dari Yesus dalam Khotbah di Bukit (bdk juga Luk 6:20-26). Dari segi sastra, Sabda Bahagia ini mengandung konotasi yang berkaitan dengan bentuk sastra dalam kesusastraan Mesir, Yunani dan Roma yang mengungkapkan pujian dan ucapan selamat.

Nama Sabda Bahagia (Beatitudes) berasal dari kata Latin beati (bentuk jamak dari “beatus”, atau “yang diberkati”), yaitu kata yang mengawali ucapan-ucapan dalam terjemahan Latin dari Khotbah di Bukit [Beati pauperes spiritu, .... Beati, qui lugent, ... Beati mites,..... Beati, qui esuriunt et sitiunt iustitiam,.... Beati misericordes,....Beati mundo corde, .....Beati pacifici, ..... Beati, qui persecutionem patiuntur propter iustitiam,..... Beati estis cum maledixerint vobis et persecuti vos fuerint et dixerint omne malum adversum vos, mentientes, propter me..]. Jadi sama dengan nama “Sabda Bahagia” yang diambil dari kata pertama dari ucapan-ucapan Yesus yang sama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Berbahagialah....

Bentuk sastra “Berbahagialah” itu terdapat baik di dalam Perjanjian lama maupun Perjanjian Baru. Bentuk sastra “Berbahagialah” dalam Perjanjian Lama terutama terdapat dalam sastra kebijaksanaan. Dalam Mazmur, misalnya, kita temukan ucapan berbahagia itu bagi: orang yang berjalan di jalan Tuhan (Mzm 1), yang percaya kepada Tuhan (Mzm 2:12), yang dosanya diampuni (Mzm 32:1), dan yang takut pada Tuhan (Mzm 112:2).

Dalam Perjanjian Baru terdapat sekitar tigapuluh-tujuh bentuk sastra ucapan “Berbahagialah” (Mat 5:3-11; 11:6; 13:16; 16:17, 24:46; Luk 1:45; 6:20-22; 7:23; 10:23; 11:27-28; 12:37.43; 14:15; 23:29; Yoh 20;29; Rm 4:7.8; 14;22; Yak 1:12; Why 1:3; 14:13; 16:15; 19:9; 20:6; 22:7). Dari semuanya itu tujuh belas ucapan bahagia di dalam Injil berasal dari Yesus. Ucapan-ucapan itu mengungkapkan perubahan hidup yang dituntut oleh iman kepada Yesus (Mat 11:6; 24:46; Luk 7:23; 12:37; Yoh 13:17; 20:29). Ada tujuh ucapan bahagia dalam Kitab Wahyu (1:3; 14:13; 16:15; 19:9; 20:6; 22:7.14), yang menyatakan situasi bahagia dari kaum beriman yang telah diselamatkan.

Sabda Bahagia dalam Khotbah di Bukit merupakan ikhtisar singkat Jalan Kristus (Katekismus Gereja Katolik, selanjutnya disingkat KGK, 1697). Ucapan itu merupakan inti sari dari ajaranNya dan merupakan pemenuhan dari “semua janji yang telah diberikan kepada umat terpilih sejak Abraham. Sabda Bahagia menyempurnakan janji-janji itu, karena tidak hanya diarahkan kepada pemilikan suatu negeri saja, melainkan kepada Kerajaan Surga” (KGK 1716).. Memang ucapan-ucapan itu menyatakan “bahagia” berbagai keadaan yang menurut ukuran duniawi direndahkan : miskin, berduka, dianiaya, dan sebagainya. Namun itulah situasi dari hidup Kristus sendiri di dunia; dan ucapan-ucapan itu “mengungkapkan panggilan umat beriman berkaitan dengan Sengsara dan KebangkitanNya yang mulia” (KGK 1717).

Sabda Bahagia dalam Injil Matius berbeda dari Sabda Bahagia dalam Injil Lukas dalam beberapa hal. Di dalam Injil Matius Yesus mengarahkan ucapan bahagia itu menggunakan kata ganti orang ketiga (“Berbahagialah orang yang...”) sedangkan dalam Injil Lukas menggunakan kata ganti orang kedua (“Berbahagialah hai kamu...”). Selain itu lain dari Matius, berkat dalam Lukas diikuti dengan kutuk, pernyataan-pernyataan yang dimulai dengan “Celakalah kamu...” Perbedaan ini tidak harus dipertentangkan atau kontradiktif. Sebagai pengkhotbah keliling, Yesus pastilah mengajarkan tema yang sama dalam beberapa kesempatan, dan sering bervariasi penyampaianNya.

Walaupun Yesus dalam penyampaikan Sabda Bahagia itu menggunakan situasi indikatif (gambaran petunjuk keadaaan), tradisi Kristen menafsirkan Sabda bahagia itu sebagai imperatif, perintah moral, yaitu sebagai petunjuk ilahi bagi perilaku manusia. Sabda Bahagia sering disajikan sebagai suplemen (tambahan) atau pelengkap (komplemen) bagi Sepuluh Perintah Allah. Bagian “Moral” dari Katekismus Gereja Katolik diawali dengan pembahasan mengenai Sabda Bahagia. “Sabda bahagia mengungkapkan maksud keberadaan manusia, tujuan akhir perbuatan manusia: Allah memanggil kita ke dalam kebahagiaanNya sendiri. Allah menyampaikan panggilan ini kepada setiap manusia secara pribadi, tetapi juga kepada Gereja sebagai keseluruhan, kepada umat baru, yakni mereka yang telah menerima janji dan hidup dari-Nya dalam iman” (KGK 1719).

Sabda Bahagia dari Kristus bersifat “eskatologis”. Mereka menyatakan berkat yang akan diterima sepenuhnya pada akhir zaman, tetapi mereka menyatakannya sebagai “berkat dan ganjaran, yang sudah murid-murid miliki secara tersamar” (KGK 1717). “Sabda Bahagia mengarahkan harapan kita ke surga sebagai tanah terjanji yang baru; mereka menunjukkan jalan yang melalui berbagai pencobaan yang menantikan murid-murid Yesus. Tetapi berkat jasa Yesus Kristus dan berkat SengsaraNya, Allah memelihara kita di dalam ‘pengharapan yang tidak pernah gagal’.” (KGK 1820).

Para ahli kadang-kadang membedakan dua macam sabda bahagia, eulogi dan makarios. Eulogi (dari kata Yunani eulogia, artinya “berkat, bahagia”) biasanya terkait dengan berkat dari perjanjian. Sedangkan makarios adalah situasi ”senang” atau “beruntung”, yang menggambarkan kebahagiaan kodrati yang dinikmati seseorang yang mempunyai kualitas atau kebiasaan yang baik. Pembedaan ini tidak membantu untuk menafsirkan Sabda Bahagia dari Khotbah di Bukit, sebab dimulai dengan makarios dalam menggambarkan situasi seperti berdukacita yang tidak selaras dengan kesenangan kodrati. Sebaliknya situasi-situasi yang digambarkan itu mengarahkan kita kepada kebahagiaan adikodrati; “mereka membersihkan hati kita dan mengajarkan kita mencintai Allah di atas segaIa sesuatu” (KGK 1728). Dalam pandangan dunia alkitabiah, tidak ada tempat bagi “keberuntungan”, atau “nasib baik”; sebab bahkan situasi yang tidak menguntungkan pun dapat dipandang sebagai berkat bahagia jika dilihat dengan terang Penyelenggaraan Ilahi dan perjanjianNya. “Sabda bahagia sesuai dengan kerinduan kodrati akan kebahagiaan. Kerinduan ini berasal dari Allah. Ia telah meletakkannya di dalam hati manusia, supaya menarik mereka kepada diri-Nya, karena hanya Allah dapat memenuhinya” (KGK 1718).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar