Rabu, 14 Juli 2010

Mengejar Tujuan Dengan Luwes

Ada strategi tertentu di dalam upaya mencapai tujuan, yang mengajak kita untuk mengikuti arus. Strategi pencapaian sasaran itu mengajarkan kepada kita keluwesan hati dan kerelaan fisik. Dalam hal ini ada hikmat yang diajarkan kisah Sufi tentang sungai yang bertemu dengan padang gurun. Sungai itu sangat kuat dan sejauh yang diingatnya, ia mengalir terus. Ia telah melalui gunung-gunung dan dataran, melewati es juga. Lalu pada suatu hari ia sampai di padang gurun.
Pada mulanya ia mencoba melintasi padang gurun itu dan menggelontorkan airnya sekuat mungkin ke pasir. Tetapi air itu selalu habis diserap pasir. Gentarlah sungai itu. Jelas sekali bahwa cara kerjanya yang lama, yang biasa digunakannya, tidak bisa jalan di sini. Ia tidak tahu bagaimana caranya melintasi padang pasir.
Akhirnya sungai itu meminta nasihat dari angin.
“Kamu harus santai, biarkan aku mengangkatmu,” kata angin menjelaskan. “Jika kamu mau membiarkan dirimu menjadi uap air, dengan senang hati aku akan menerbangkan kamu, melintasi seluruh padang gurun itu dalam waktu singkat. Lalu kamu menjadi awan hujan, lalu jatuh dari langit dalam rupa jutaan titik air hujan, dan menjadi sebuah sungai lagi.”
Si sungai terguncang. “Uap air?” teriaknya. “Apa itu uap air? Dan apa pula awan hujan? Titik air hujan? Aku tak bisa menjadi hal-hal itu. Aku sebuah sungai!”
Angin berusaha memberi penjelasan. “Tapi kamu adalah banyak hal. Memang kamu sebatang sungai, tetapi juga sebuah sungai dan awan uap air dan juga titik air hujan, walaupun berbeda, semua itu adalah bentuk atau rupa yang lain dari sesuatu yang sama. Katakanlah itu hakikatmu, dan aku yakin kamu tak akan lupa tentang hakikat itu.”
“Tapi aku sebuah sungai,” kata sungai itu dengan keras kepala, “bagaimana mungkin aku bisa menjadi hal-hal yang lain itu?”
“Oh, sungguh itu. Yah. Percayalah padaku,” jawab angin itu. “Cobalah untuk percaya kepadaku, nanti akan kutunjukkan kepadamu. Kamu dapat menjadi banyak hal, menjadi berbagai hal, tanpa kehilangan hakikatmu, temanku.”
Sungai yang takut dan tidak yakin itu merenung cukup lama, tetapi ia akhirnya memutuskan bahwa tak ada pilihan yang lebih baik.
“Kupikir aku sudah siap sekarang,” akhirnya ia berbisik kepada angin.
Sang angin kemudian mengangkat sungai itu dengan penuh kasih, mula-mula membelainya agar menjadi bentuk kabut uap air yang jauh lebih ringan, dan kemudian dengan lembut ia membawanya ke seberang padang gurun. Sungai itu menjadi santai. Dan kemudian sang angin menurunkannya sejauh mungkin di seberang sana, dan kemudian sungai itu melanjutkan perjalanannya lagi.
Sungai yang berkembang menjadi lebih bijaksana dari sebelumnya, kini mengalir maju dengan suatu hati yang baru, hati yang terbuka kepada berbagai kemungkinan yang jauh lebih besar.
Belajar dari keadaan serupa yang dihadapi sungai, kita tahu bahwa keluwesan, kepasrahan dan keterbukaan dapat membawa kita jauh lebih efektif ke arah tujuan.

ADA BAIKNYA BERTEMAN DENGAN KETIDAKPASTIAN.... SUPAYA KITA JADI PEKA TERHADAP SEMUA KEMUNGKINAN.
Rachel Naomi Remen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar