Rabu, 06 Juli 2011

Yosefin Bakhita dan Harapannya

Ensiklik Paus Benediktus XVI (tahun 2007)
Spe Salvi
artikel 3

Kami mengarahkan kenangan pada Yosefin Bakhita, yang dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes Paulus II. Dia dilahirkan sekitar tahun 1869—dia sendiri tidak tahu tanggal persisnya—di Darfur - Sudan. Pada usia sembilan tahun dia diculik pedagang budak, dipukuli sampai berdarah, dan dijual lima kali di pasar budak Sudan. Pada akhirnya dia bekerja menjadi budak seorang ibu dan isteri seorang pejabat, dan di tempat itu dia didera setiap hari sampai berdarah; hingga dia memiliki 144 bekas luka sepanjang hidupnya. Akhirnya, pada 1882, dia dibeli seorang pedagang Italia untuk seorang konsul Italia Callisto Legnani, yang kembali ke Italia ketika kaum Mahdi maju menyerang. Setelah mengenal “tuan-tuan” majikan yang menakutkan selama itu, kini Bakhita mengenal "Tuhan” baru yang berbeda — yang dalam dialek Venesia yang dipelajarinya disebut "paron", Allah yang hidup, Allah dari Yesus Kristus. Selama itu dia hanya mengenal majikan-majikan yang merendahkan dirinya dan memperlakukannya dengan buruk, atau paling-paling hanya menganggap dia sebagai seorang budak yang berguna. Namun sekarang dia mendengar tentang seorang "paron" di atas semua majikan, Tuhan semua tuan, dan Tuhan ini baik, disebut Yang Mahabaik. Dia tahu bahwa Tuhan ini bahkan mengenalnya, bahwa Dia telah menciptakannya—bahwa Dia nyata-nyata mengasihinya. Dia juga dicintai oleh "Paron" tertinggi, yang dihadapan-Nya semua majikan tidak lebih dari pelayan-pelayan rendah. Yosefin Bakhita tahu bahwa ia dikenal dan dicintai dan ditunggu oleh-Nya. Terlebih lagi, Tuhan itu sendiri telah mengalami nasib didera, dan sekarang Dia menanti Yosefin "duduk di sebelah kanan Bapa". Sekarang dia mempunyai "harapan"—tidak lagi sekedar harapan sederhana untuk bertemu para majikan yang kurang kejam, tapi suatu harapan besar: "Aku benar-benar dikasihi dan apapun yang terjadi padaku—aku ditunggu oleh Kasih ini. Maka hidupku sungguh baik." Dengan mengenal harapan ini dia telah "ditebus", bukan lagi seorang budak, tapi seorang anak Allah yang bebas. Dia memahami apa yang dimaksud ketika Paulus mengingatkan umat Efesus bahwa sebelumnya mereka tidak berpengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia—tanpa harapan karena tanpa Allah. Oleh karena itu, ketika Yosefin Bakhita akan dikembalikan ke Sudan, Bakhita menolak; dia tidak ingin dipisahkan dari "Paron"-nya. Pada 9 Januari 1890, dia dibaptis dan mendapat urapan krisma serta menerima Komuni Kudus pertama dari tangan Uskup Venesia. Pada 8 Desember 1896, di Verona, dia mengucapkan kaul pada Kongregasi Suster Kanossiana dan sejak saat itu, di samping pekerjaannya di sakristi dan sebagai penjaga pintu biara, dia telah melakukan beberapa perjalanan keliling Italia untuk mempromosikan misinya: pembebasan yang telah diterimanya melalui perjumpaannya dengan Tuhan Yesus Kristus, menurut pendapatnya juga harus dia bagikan, harus diberikannya kepada yang lain, kepada sebanyak mungkin orang. Harapan yang ada padanya dan yang telah "menebus"-nya tidak dia nikmati sendiri; maka harapan ini disalurkannya kepada orang lain sebanyak-banyaknya, supaya juga dimiliki semua orang. (Spe Salvi 3)


Teks Latin:

Exemplum, sumptum ex quadam sancta muliere nostrae aetatis, quodammodo conferre potest ad intellegendum quid significet prima vice ac reapse hunc Deum convenire. Etenim mens Nostra vertitur ad Iosephinam Bakhita, cui sanctorum honores decrevit Summus Pontifex Ioannes Paulus II. Nata est circa annum MDCCCLXIX – ne ipsa quidem exactum natalem diem suum noverat – in loco dicto Darfur, in Sudania. Novem annos nata a servorum negotiatoribus rapta est, cruenter percussa et quinquies apud mercatus Sudanienses venundata. Deinde, veluti serva opus praestare debuit matri et uxori cuiusdam ducis, et illic cotidie ad sanguinem vapulabat; quamobrem totam per vitam portavit centum quadraginta et quattuor cicatrices. Tandem anno MDCCCLXXXII a quodam mercatore Italo empta est pro Italiae consule Callisto Legnami, qui ob incursum Madhistarum in Italiam rediit. Hic autem, post terrificos illos « dominos », ad quos in proprietate pertinuerat, Bakhita novisse potuit « dominum » prorsus diversum, quem – ex loquela Venetiarum quam tunc didicerat – « paron » appellabat, Deum scilicet viventem, Deum Iesu Christi. Hactenus tantummodo dominos noverat qui spernebant et vexabant eam, aut, in adiunctis minus asperis, tamquam utilem servam aestimabant. Nunc vero audiebat unum esse « paron » qui omnes dominos excellit, Dominum omnium dominorum; et hunc Dominum bonum esse, ipsam nempe Bonitatem. Paulatim percipiebat se ab hoc Domino cognosci, creatam esse – immo diligi. Ipsa quoque amabatur ab hoc supremo « Paron », in cuius conspectu omnes ceteri domini nonnisi miseri servi sunt. Ipsa cognoscebatur et amabatur et exspectabatur. Quinimmo, hic Dominus ipse condicionem verberationum passus erat, et nunc eam praestolabatur « ad dexteram Dei Patris ». Nunc ea « spem » habebat – non amplius tantum parvam spem dominos minus crudeles inveniendi, sed summam spem: ego tandem amatam me sentio et, quodcumque eveniat, ab hoc Amore exspector. Et ita vita mea bona est. Huius spei cognitione nutrita, ipsa « redemptam » se sentiebat, percipiebat se non amplius servam, sed liberam Dei filiam esse. Intellegebat quae Paulus dicere voluit, Ephesios alloquens ipsos primum sine spe et sine Deo in mundo fuisse – sine spe quoniam sine Deo. Ita, cum quidam eam transferre vellent in Sudaniam, Bakhita recusavit; nolebat a suo « Paron » iterum separari. Die IX mensis Ianuarii anno MDCCCXC baptismo ac confirmatione est insignita, et insuper recepit primam sanctam Communionem e manibus Patriarchae Venetiarum. Die VIII mensis Decembris anno MDCCCXCVI Veronae vota nuncupavit apud Congregationem Sororum Canossianarum, ex quo tempore – praeter munera aedituae et ostiariae coenobii – variis in suis itineribus intra Italiae fines, contendit praesertim stimulos ad missionem suscitare: liberationem enim illam, quam conveniens Deum Christi Iesu obtinuerat, etiam ad alios, ad quam maximum hominum numerum, extendere cupiebat. Spem, quae pro ea nascebatur eamque redemerat, sibi reservare non poterat; haec enim spes plurimos contingere, omnes contingere debebat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar