Rabu, 06 Juli 2011

Dua Gambaran Kristus

Ensiklik Paus Benediktus XVI (Tahun 2007)
Spe Salvi
Art 6

Peti mati di zaman awal Kekristenan menggambarkan secara visual konsep harapan dalam Kristus – dalam memandang kematian, berhadapan dengannya pertanyaan tentang makna hidup tak terelakkan lagi. Kristus pada ukiran peti mati kuno dilukiskan dengan dua gambaran: filsuf dan gembala. Filsafat pada masa itu belum dipandang sebagai suatu disiplin akademis yang sulit seperti saat ini. Namun, filsuf adalah seseorang yang dianggap tahu bagaimana mengajar kiat yang esensial: kiat menjadi manusia yang benar — kiat tentang bagaimana hidup dan bagaimana mati. Memang telah lama disadari bahwa banyak orang pergi berkeliling berpura-pura menjadi filsuf, guru kehidupan, pada hal sebenarnya mereka hanyalah pembual yang mencari uang dengan kata-kata mereka, namun mereka tidak berkata sepatahpun tentang hidup yang nyata. Lebih dari itu, filsuf sejati yang sungguh tahu bagaimana menunjukkan jalan hidup sangat dicari. Menjelang akhir abad ketiga, pada peti mati seorang anak di Roma dalam konteks kebangkitan Lazarus, kita temukan pertama kalinya gambar Kristus sebagai seorang filsuf sejati, yang memegang Injil di satu tangan dan tongkat perjalanan yang biasa dibawa filsuf di tangan yang lain. Dengan tongkat-Nya, dia mengalahkan kematian; Injil membawa kebenaran yang dicari para filsuf keliling dengan sia-sia. Dalam gambar ini, yang lalu bertahan menjadi fitur umum dalam seni ukir peti mati, kita lihat dengan jelas apa yang disadari baik oleh kaum terdidik maupun oleh orang biasa dalam Kristus: Dia mengajar kita siapa manusia sebenarnya dan apa yang harus dilakukan untuk menjadi manusia sejati. Dia menunjukkan jalan, dan jalan ini adalah kebenaran. Dia sendiri adalah jalan dan kebenaran itu, dan karenanya Dia jugalah hidup yang dicari semua orang. Dia juga menunjukkan bagi kita jalan di balik kematian; hanya Dia yang mampu melakukan inilah guru hidup yang sejati. Konsep yang sama menjadi tampak pada gambar gembala. Seperti gambar filsuf, gambar gembala juga dikenal Gereja awal sebagai model lukisan Romawi saat itu. Gambar gembala umumnya mengungkapkan keinginan akan hidup tenteram sederhana, yang dirindukan orang di tengah hiruk pikuk kota-kota besar. Kini gambar itu dipahami sebagai bagian dari skenario baru yang isinya lebih dalam: "Tuhan adalah gembalaku: takkan kekurangan aku ... Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku..." (Mzm 23:1, 4). Gembala sejati adalah Dia yang mengenal jalan keluar dari lembah kematian; Dia yang berjalan denganku bahkan di jalan kesendirian terakhir, ketika tak seorang pun ada di sisiku, Dia menuntunku melaluinya; Dia sendiri telah menempuh jalan itu, Dia telah turun ke kerajaan maut, Dia telah mengalahkan kematian, dan sekarang Dia kembali untuk membimbing dan memberi kita kepastian bahwa bersama dengan-Nya, kita bisa menemukan jalan tembus itu. Kesadaran bahwa ada Dia yang bahkan dalam kematian menemani aku, dan dengan "gada dan tongkat-Nya menghibur aku", sehingga "aku tidak takut bahaya" (bdk. Mzm 23:4) - inilah "harapan" baru yang muncul atas hidup orang yang percaya. (Spe Salvi 6)


Teks Latin:
Sarcophagi nascentis christianismi hunc conceptum visibiliter collustrant – in conspectu mortis, in cuius praesentia quaestio de vitae sensu vitari nequit. Figura Christi in his vetustis sarcophagis praesertim per duas intellegitur imagines: philosophi nempe et pastoris. Tunc vox « philosophia » in genere non intellegebatur tamquam difficilis disciplina academica, sicut hodie offertur. Philosophus potius erat ille qui artem essentialem docere sciebat: artem vi cuius homo recte se gerit, artem vivendi et moriendi. Profecto, homines pridem perceperunt plerosque eorum, qui tamquam philosophi vagabantur, veluti magistri vitae, tantummodo vaniloqui erant qui per suas fabulas sibi pecuniam conficiebant, dum e contra de vera vita nihil habebant dicendum. Ita verus philosophus desiderabatur ille qui viam vitae vere docere sciebat. Tertio exeunte saeculo primum Romae super sarcophagum cuiusdam infantis, in contextu resurrectionis Lazari, Christi figuram reperimus uti veri philosophi qui altera manu Evangelium, altera vero baculum viatoris proprium philosophi tenet. Hoc quidem baculo Ille vincit mortem; Evangelium docet veritatem quam peregrinantes philosophi frustra quaesiverant. Hac in imagine, quae postea diu permansit in sarcophagorum arte, evidens redditur id quod homines sive docti sive simplices inveniebant in Christo: Ille docet nos quisnam vere sit homo et quidnam facere teneatur ut vere sit homo. Ostendit Ille nobis viam et haec via veritas est. Ipsemet sive via sive veritas est, idcirco etiam vita est quam omnes quaerimus. Monstrat Ille nobis viam ultra mortem; tantummodo qui hoc facere valet, verus est magister vitae. Idem conceptus visibilis redditur sub imagine pastoris. Sicut evenit in imagine philosophi, ita etiam per imaginem pastoris primaeva Ecclesia niti poterat exemplis arte Romana exsistentibus. Ibi pastor in genere desiderium significabat serenae et simplicis vitae, quam gentes in magnae urbis tumultu versantes appetebant. Tunc imago intellegebatur intra novum ordinem scaenicum, profundiorem ei proferens sensum: « Dominus pascit me, et nihil mihi deerit... Si ambulavero in valle umbrae mortis, non timebo mala, quoniam tu mecum es... » (Ps 23 [22], 1. 4). Verus est pastor Qui novit quoque viam quae per mortis vallem transit; Ille qui etiam per iter extremae solitudinis, in quo nemo me comitari potest, mecum ambulat et ducit me ad hoc iter transeundum: Ipsemet hoc iter percurrit, descendit in regnum mortis, vicit eam et rediit ut nos comitaretur et certiores faceret nos simul secum transitum invenire posse. Conscientia, qua novi exsistere Eum, qui etiam in morte me comitatur et virga et baculo suo me consolatur, ita ut mala non timeam (cfr Ps 23 [22], 4): haec erat nova spes quae super vitam credentium exoriebatur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar