Jumat, 17 Juni 2011

Deus Caritas Est (Allah Adalah Kasih) Bagian II -- (Angsuran Pertama)

Ensiklik I Paus Benediktus XVI
Tahun 2005
Diterjemahkan FX Bambang Kussriyanto


(Kumpluan excerpts di bawah ini pernah diposkan dalam Akun Facebook Bambang Kuss; untuk menyesuaikan ketentuan posting maksimum 420 karakter, sebagian excerpts tidak mengikuti terjemahan harfiah, tapi tidak menyimpang dari maksud aslinya. Itu dapat dikaji dalam perbandingan dengan Teks Latin di bawahnya)



Kita telah memandang Dia yang tertusuk tombak di Salib (bdk Yoh 19:37; Za 12:10), mengenali rencana Bapa yang karena kasih (bdk Yoh 3:16) mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dunia menebus manusia.(DCE 19)

Oculos nostros defigere potuimus in Crucifixo (cfr Io 19, 37; Zach 12, 10), agnoscentes Patris consilium qui, amore permotus (cfr Io 3, 16), in mundum misit unigenitum Filium hominem ut redimeret.

Dengan wafat di Salib – seperti dikatakan St Yohanes – Yesus “menyerahkan nyawa-Nya” (Yoh 19:30), mendahului pemberian Roh Kudus yang dilakukan-Nya setelah Kebangkitan (bdk Yoh 20:22). Ini adalah pemenuhan janji tentang “aliran-aliran air hidup” yang akan melimpah keluar dari hati kaum beriman, melalui pencurahan Roh Kudus (bdk Yoh 7:38-39). (DCE 19)

In cruce emoriens Iesus — quemadmodum evangelista refert — « emisit spiritum » (cfr Io 19, 30), praenuntium illius Spiritus Sancti doni quod post resurrectionem ipse erat tributurus (cfr Io 20, 22). Sic futurum erat ut promissio « aquae vivae fluminum » compleretur, quae propter effusum Spiritum fluctura erant ex credentium cordibus (cfr Io 7, 38-39).

Roh Kudus bekerja dalam batin menyelaraskan hati kaum beriman dengan hati Kristus dan menggerakkan mereka agar mengasihi para saudara mereka seperti Kristus mengasihi para murid, ketika Ia membungkuk mencuci kaki para murid (bdk Yoh 13:1-13) dan terutama ketika Ia menyerahkan nyawa-Nya demi kita (bdk Yoh 13:1; 15:13).

Est enim Spiritus interior illa potestas quae eorum corda cum Christi corde conciliat eosque permovet ut fratres et illi ament, sicut ipse eos amavit cum pedes discipulorum abluturus (cfr Io 13, 1-13) sese inclinavisset et in primis cum suam vitam pro omnibus donasset (cfr 13, 1; 15, 13).

Seluruh karya Gereja adalah ungkapan kasih yang mengusahakan kesejahteraan total manusia: menyebarkan kabar gembira melalui Sabda dan sakramen,…; upaya memajukan manusia di pelbagai bidang hidup dan kegiatannya. Kasih merupakan pelayanan yang dilaksanakan Gereja untuk senantiasa memerhatikan penderitaan dan kebutuhan manusia, termasuk kebutuhan material. (DCE 19)

Omnis Ecclesiae opera amoris est declaratio qui totum hominis bonum conquirit: eius nempe evangelizationem quaerit per Verbum ac Sacramenta, quod opus totiens suis in actibus historicis fuit revera heroicum; progressionem eius inquirit variis etiam in vitae industriaeque humanae condicionibus. Quapropter ministerium amor est quod Ecclesia exsequitur ut perpetuo doloribus ac necessitatibus, etiam corporeis, hominum occurrat.


Kasih pada sesama yang didasarkan kasih Allah adalah pertama-tama dan terutama merupakan tanggungjawab setiap umat beriman, tetapi merupakan tugas seluruh komunitas Gereja di semua tingkatan juga (DCE 20)

Amor proximi in amore Dei insitus officium est praesertim cuiusque fidelis, at est etiam officium totius communitatis ecclesialis, et hoc quibuscumque in eius gradibus

Gereja melaksanakan kasih sebagai pelayanan yang rapi-teratur bagi komunitas. Kesadaran atas tanggungjawab ini konstitutif sejak awal: “Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama; dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing” (Kis 2:44-45) (DCE 20)

Ecclesia quoque tamquam communitas amorem exsequi debet. Ex quo sequitur amorem egere etiam ordinatione uti praeparatione ad ministerium commune intenta. Talis officii conscientia habuit momentum decretorium in Ecclesia ab eius primordiis: « Omnes autem, qui crediderant, erant pariter et habebant omnia communia, et possessiones et substantias vendebant et dividebant illas omnibus, prout cuique opus erat » (Act 2, 44-45)

Setelah Gereja berkembang menjadi besar, bentuk radikal kebersamaan material tidak dapat dipertahankan. Namun inti dasarnya tetap dipegang: dalam komunitas kaum beriman selamanya tak ada ruang bagi kemiskinan, yang tidak sesuai dengan hidup yang bermartabat (DCE 20),

Adolescente Ecclesia, haec absoluta forma communionis materialis re vera servari non poterat. Essentia tamen eius intima mansit: intra credentium communitatem nullum esse debet paupertatis genus eo quod bona ad dignam vitam agendam necessaria cuidam negantur.

Praktek dasar Gereja dalam pelayanan kasih tampak dalam pemilihan tujuh diakon, yang menandai awal-mulanya jabatan diakon (bdk Kis 6:5-6). Tapi diakon tidak melaksanakan pekerjaan mekanis belaka dalam pembagian makanan: sebab mereka orang-orang yang “penuh Roh Kudus dan hikmat” (Kis 6:1-6). Dengan kata lain, walau pelayanan sosial mereka sungguh konkret, namun sekaligus juga merupakan pelayanan rohani (DCE 21)

Necessarius gressus in difficili investigatione solutionum ad fundamentale hoc principium ecclesiale exsequendum manifestus fit in electione illa septem virorum, quae diaconalis muneris initium fuit (cfr Act 6, 5-6)…. Attamen hic coetus non debebat tantummodo technicum ministerium distributionis implere: debebant esse viri « pleni Spiritu et sapientia » (cfr Act 6, 1-6). Hoc significat ministerium sociale, quod ipsos explere oportebat, fuisse omnino concretum, sed eodem tempore illud sine dubio spiritale exstitisse quoque ministerium,

Dengan kelompok tujuh diakon (Kis 6:1-6), diakonia – yaitu pelayanan amal kasih dalam suatu komunitas secara rapi-teratur – menjadi bagian struktur dasar Gereja (DCE 21). Setelah Gereja tersebar luas, pelaksanaan amal kasih kian mapan menjadi salah satu kegiatan pokok Gereja, bersama pelayanan sakramen (liturgi) dan pewartaan sabda (kerugma) dan sama pentingnya bagi Gereja. (DCE 22)

Per constitutionem huius coetus Septem, « diaconia » — ministerium scilicet amoris proximi communiter et ordinate peractum — iam instaurata erat in fundamentali ipsius Ecclesiae structura.
… Annorum decursu ac progrediente Ecclesiae diffusione, caritatis est exercitatio confirmata uti una ex eius provinciis essentialibus, una cum Sacramentorum administratione et praedicatione Verbi.


Ketika Ignatius dari Antiokhia (wafat 107) menyatakan Gereja Roma “unggul dalam amal kasih (agape)”, (Epistula. ad Romanos, Inscr) kata-kata ini merujuk kegiatan amal kasih yang konkret.
Tertulianus (wafat 220) menceritakan bagaimana bangsa lain mengagumi kepedulian umat Kristen pada orang-orang miskin siapa pun (bdk Apologeticum, 39, 7).

Tertullianus, praeclarus scriptor christianus († post 220), narravit quomodo admirationem gentilium suscitaret sollicitudo christianorum erga omne genus indigentes (Cfr Apologeticum, 39, 7: PL 1, 468). Cum Ignatius Antiochenus († c. 107) Ecclesiam Romanam definit illam esse quae « praesidet in caritate (agape) » (Epistula. ad Romanos, Inscr: PG 5, 801), hac definitione existimari ille potest quodammodo etiam veram caritatis navitatem suam significare statuisse.

Menjelang pertengahan abad keempat diakonia berkembang di Mesir: di setiap biara ada lembaga yang bertanggung-jawab atas semua tugas memberi bantuan umum, untuk pelayanan amal kasih. Hingga abad keenam, lembaga ini berkembang menjadi karya berbadan hukum penuh, yang dipercaya bahkan oleh pemerintah dalam pembagian gandum untuk umum.(DCE 23)

Medio IV saeculo in Aegypto oritur « diaconia » uti vocant; singulis in monasteriis ipsa est institutio responsalis pro universo opere assistentiae, nempe pro caritatis ministerio. Ab his primordiis evolvitur in Aegypto usque ad VI saeculum societas quaedam omnimodo iuris potestate praedita, cui civiles auctoritates concredunt etiam partem frumenti pro publica distributione.

Di Mesir tidak hanya di setiap biara, tetapi semua Keuskupan akhirnya juga mempunyai badan diakonia; dan sejak itu lembaga diakonia tumbuh subur baik di Timur maupun di Barat. Paus Gregorius Agung (wafat tahun 604) menyebut adanya badan diakonia di Napoli, sementara adanya badan-badan diakonia di Roma disebutkan dalam dokumen-dokumen dari abad tujuh dan delapan. (DCE 23)

In Aegypto non solum quodque monasterium, sed etiam omnis dioecesis habuit denique suam diaconiam — institutionem quae exinde evolvitur sive in oriente sive in occidente. Papa Gregorius Magnus († 604) memorat diaconiam Neapolitanam. Ad Romam quod attinet, diaconiae documentis confirmantur solum ab VII et VIII saeculo

Riwayat heroik Laurentius (wafat 258) diceritakan St Ambrosius (wafat 397). Sebagai petugas yang menyantuni orang miskin di Roma, setelah Paus ditawan, Laurentius diberi waktu untuk mengumpulkan dan menyerahkan kekayaan Gereja kepada pemerintah. Uang yang ia temukan ia bagikan kepada kaum miskin dan kemudian ia menghadapkan kaum miskin sebagai harta Gereja kepada pemerintah (De officiis ministrorum, II, 28, 140).

Hoc munus pervivide explevit ipse diaconus Laurentius († 258). Luctuosa eius martyrii descriptio sancto Ambrosio († 397) iam nota erat et in suo nucleo certe nobis ostendit authenticam Sancti imaginem. Ipsi, cui commissa erat cura pauperum Romae, concessum est aliquid temporis, post comprehensionem Summi Pontificis eiusque confratrum, ut thesauros Ecclesiae colligeret eosque civilibus auctoritatibus traderet. Laurentius distribuit liberam pecuniam pauperibus eosque deinde magistratibus exhibuit tamquam verum Ecclesiae thesaurum (Cf. De officiis ministrorum, II, 28, 140: PL 16, 141).

Hakekat terdalam dari Gereja terungkap dalam tanggungjawab rangkap tiga: pewartaan sabda Allah (kerigma-martiria), perayaan sakramen (liturgia), dan pelayanan amal-kasih (diakonia). Tugas-tugas ini saling mengandaikan dan tak terpisahkan. (DCE 25a)

Intima Ecclesiae natura triplici exprimitur munere: praedicatione Verbi Dei (kerygma-martyria), celebratione Sacramentorum (leiturgia), ministerio caritatis (diakonia). Munia sunt quae vicissim se praesupponunt et invicem seiungi nequeunt.

Bagi Gereja, amal kasih bukanlah sekedar pekerjaan bantuan sosial yang dapat diserahkan kepada pihak lain, tapi menjadi bagian dari hakekatnya sendiri, suatu ungkapan keberadaan yang harus ada (bdk Kongregasi untuk para Uskup, Petunjuk Pelayanan Pastoral para Uskup, Apostolorum Successores 22 Feb 2004, art 194) (DCE 25)

Caritas non est pro Ecclesia veluti species operis assistentiae socialis quae aliis etiam relinqui posset, sed pertinet ad eius naturam, est irrenuntiabilis expressio propriae ipsius essentiae (Cfr Congregatio pro Episcopis, Directorium ministerii pastoralis Episcoporum Apostolorum Successores (22 Februarii 2004), 194, Città del Vaticano 2004, 2a, 205-206)

Gereja adalah keluarga Allah di dunia. Dalam keluarga ini tak seorang pun boleh kekurangan. Serentak dengan itu pelaksanaan karitas-agape meluas melampaui batas Gereja sendiri. Perumpamaan Orang Samaria yang baik tetap menjadi norma pelaksanaan kasih universal pada siapa pun yang membutuhkan yang dijumpai “secara kebetulan” (bdk Luk 10:31). (DCE 25b)

Ecclesia est familia Dei in mundo. In hac familia nemo debet esse qui patitur ob egestatem. Eodem tamen tempore caritas – agape transcendit limites Ecclesiae; parabola boni Samaritani manet veluti ratio mensurae, imponit amorem universalem qui prolabitur ad indigentem « fortuito » inventum (cfr Lc 10, 31), quisquis est.

Bagi Gereja karitas-agape juga mempunyai dimensi khusus: dalam keluarga gerejawi tak seorang pun boleh kekurangan. Ajaran Surat kepada Jemaat Galatia sungguh empatik: “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” (Gal 6:10). (DCE 25b)

Firma manente hac praecepti amoris universalitate, adest tamen exigentia specifice ecclesialis — ea nempe quod in ipsa Ecclesia uti familia nullum membrum ob egestatem patiatur. Hoc sensu viget declaratio Epistulae ad Galatas: « Ergo dum tempus habemus, operemur bonum ad omnes, maxime autem ad domesticos fidei » (6, 10).

Pada abad 19, Marxisme memrotes Gereja: katanya, kaum miskin tidak butuh amal kasih, tapi keadilan. Praktek amal kasih mereka politisir sebagai cara kaum kaya menghindari keadilan, dan cara menghibur nurani selagi mereka mempertahankan status dan merampas hak kaum miskin. Alih-alih amal kasih demi status-quo, harusnya kita bangun tatanan sosial yang adil, agar semua orang mendapat bagian atas harta duniawi. (DCE 26)

A saeculo XIX adversus caritatis Ecclesiae opera obiectio efferbuit, quae insistenter dein evoluta est praesertim praeceptis marxistis innixa. Pauperes dicebantur operibus caritatis non egere, sed contra iustitia. Opera caritatis — eleemosynae — reapse esse pro divitibus modus quo se subtraherent a restauranda iustitia et suae consulerent conscientiae, contendentes suas sententias et pauperum iura laedentes. Potius quam hodiernae vitae conditiones per singula caritatis opera sustentarentur, necesse putabatur instituere ordinem iustum, in quo quisque suam reciperet partem ex bonis mundi ita ut caritatis operibus non amplius egeret.

Wacana Marxisme ttg amal kasih dan keadilan memang ada benarnya, tetapi juga keliru. Adalah benar bahwa keadilan harus ditegakkan sebagai norma dasar Negara dan bahwa tatanan sosial yang adil bermaksud menjamin agar setiap orang, menurut prinsip subsidiaritas, mendapat bagiannya dalam kesejahteraan umum. Ini pun selalu ditekankan dalam ajaran Kristen mengenai Negara dan dalam ajaran sosial Gereja.(DCE 26)
(Kekeliruan) Marxisme adalah memandang revolusi dunia secara otomatis menyiapkan di dalamnya jawaban atas masalah sosial: melalui revolusi dan selanjutnya pembagian barang-barang secara sama rata – demikian menurut ajaran Marxixme, keadaan akan berubah arah dan menjadi lebih baik. Ini adalah impian yang terbukti buyar. (DCE 27)

Huius argumenti quiddam verum est, fateri oportet, quiddam autem erroneum. Verum illud est quod fundamentalis norma Civitatis esse debet iustitiae persecutio et quod finis iusti ordinis socialis est unicuique bonorum communium partem spondere, principio subsidiarietatis. Hoc semper aperte quoque proposuit christiana doctrina de Civitate atque doctrina socialis Ecclesiae…
Marxismus tam in revolutione mundiali quam in eius praeparatione indicaverat solutionem quaestionis socialis: per revolutionem et sequentem bonorum aequationem — ita tali asseverabatur in doctrina — omnia repente in diversam et meliorem rationem verti debebant. Somnium hoc evanuit.


Tata masyarakat dan Negara yang adil adalah tanggungjawab politik. St Agustinus menyatakan, suatu Negara yang tidak diatur menurut keadilan niscaya merupakan sekumpulan durjana: “Jika jauh dari keadilan, bukankah pemerintahan akan menjadi sarang utama para penyamun?” (De Civitate Dei, IV, 4).(DCE 28a)

Iustus societatis et Civitatis ordo fundamentale munus est rei politicae. Civitas quae non regitur iustitia, in magnam latronum manum redigitur, sicut dixit quondam Augustinus: « Remota itaque iustitia quid sunt regna nisi magna latrocinia » (De Civitate Dei, IV, 4: CCL 47, 102).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar