Kamis, 16 Juni 2011

Deus Caritas Est (Allah Adalah Kasih)

Ensiklik (1) Paus Benediktus XVI
Tahun 2005
Terjemahan: FX Bambang Kussriyanto


Pendahuluan

1. “Allah adalah kasih, barangsiapa berada dalam kasih berada dalam Allah dan Allah berada dalam dia” (1Yoh 4:16). Kata-kata dari Surat Pertama St Yohanes ini menyatakan dengan sangat jelas inti dari iman Kristen: yaitu gambaran Kristen mengenai Allah, dan darinya, gambaran tentang manusia dan tujuan akhirnya. Dalam kalimat yang sama terlebih dahulu St Yohanes juga memberikan kepada kita ikhtisar singkat tentang hidup Kristen: “Kita telah mengenal dan percaya akan kasih Allah kepada kita”.

Kita percaya akan kasih Allah kepada kita, dengan kata-kata ini umat Kristen dapat menyatakan keputusan dasar untuk hidupnya. Pada awalnya, menjadi Kristen bukanlah hasil suatu keinginan etis atau pilihan gagasan yang tepat, melainkan perjumpaan dengan peristiwa, dengan pribadi, yang memberikan kepada hidup ini suatu cakrawala baru atau petunjuk arah yang menentukan. Injil St Yohanes melukiskan peristiwa itu begini: “Allah begitu kasih pada dunia sehingga Ia memberikan putera-Nya yang tunggal, agar barangsiapa percaya kepada-Nya mendapat…. hidup kekal” (Yoh 3:16). Dalam mengakui nilai sentral dari kasih, iman Kristen memertahankan inti iman Israel, sekaligus menambahkan dimensi baru yang dalam dan luas. Orang Yahudi yang saleh setiap hari mendoakan kata-kata Kitab Ulangan yang menyatakan inti hidupnya: “Dengarlah, hai Israel! Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dengan seluruh jiwamu dan dengan seluruh tenagamu” (Ul 6:4-5). Yesus menyatukan dalam perintah mengasihi Tuhan ini perintah untuk mengasihi sesama yang terdapat dalam Kitab Imamat “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Im 19:18; bdk Mrk 12:29-31). Karena Allah lebih dulu mengasihi kita (bdk 1Yoh 4:10), kasih bukan lagi semata-mata perintah, tetapi tanggapan kita pada karunia kasih yang mendekatkan Allah kepada kita.

Dalam suatu dunia di mana tidak jarang nama Allah dikaitkan dengan pembalasan dendam bahkan dengan kebencian dan kekerasan, pesan di atas sungguh tepat dan tentu amat signifikan di masa sekarang. Karena itu, dalam surat Ensiklik yang pertama ini kami ingin berbicara tentang kasih yang dicurahkan Allah kepada kita dan yang selanjutnya harus kita bagikan kepada sesama. Itulah inti bahasan Ensiklik ini yang terdiri dari dua bagian besar, yang saling berkaitan. Bagian yang pertama lebih bersifat permenungan tentang kasih, sebab pada permulaan masa kepausan kami, kami ingin menjelaskan beberapa fakta pokok mengenai kasih yang diberikan Allah kepada manusia dengan rahasia dan bebas, bersama dengan ikatan intrinsik yang terdapat pada Kasih ilahi ini dengan realitas kasih insani. Bagian yang kedua bersifat lebih konkret karena berkenaan dengan kewajiban Gereja melaksanakan kasih pada sesama. Bahasan ini mempunyai implikasi yang luas, sebab pada akhirnya lingkup pelaksanaan kasih akan melampaui lingkup Ensiklik ini sendiri. Kami hendak menekankan beberapa unsur dasar sedemikian agar dunia memperbarui daya dan komitmen di dalam tanggapan insani pada kasih Allah itu.


Teks Latin:
PROOEMIUM
1. « DEUS CARITAS EST, et, qui manet in caritate, in Deo manet, et Deus in eo manet » (1 Io 4, 16). Haec Primae Epistulae Ioannis verba singulari quidem perspicuitate veluti fidei christianae centrum aperiunt: christianam Dei imaginem atque etiam congruentem hominis imaginem eiusque itineris. Praeterea eodem hoc in versiculo nobis concedit Ioannes compendiariam, ut ita dicamus, christianae vitae formulam: « Et nos cognovimus et credidimus caritati quam habet Deus in nobis ».

Nos Dei caritati credidimus — sic praecipuam vitae suae electionem declarare potest christianus. Ad initium, cum quis christianus fit, nulla est ethica voluntas neque magna quaedam opinio, verumtamen congressio datur cum eventu quodam, cum Persona quae novum vitae finem imponit eodemque tempore certam progressionem. Suo in Evangelio iam notaverat Ioannes hunc eventum hisce verbis: « Sic enim dilexit Deus mundum, ut Filium suum unigenitum daret, ut omnis, qui credit in eum... habeat vitam aeternam » (3, 16). Cum medio puncto amoris suscepit christiana fides id quod fidei Israel fuerat nucleus simulque eidem nucleo novam addidit altitudinem atque amplitudinem. Credens enim Israelita cotidie vocibus precatur Libri Deuteronomii, ubi includi is novit suae vitae nucleum: « Audi, Israel: Dominus Deus noster, Deus unus est. Diliges Dominum Deum tuum ex toto corde tuo, ex tota anima tua, et ex tota fortitudine tua » (6, 4-5). In unicum aliquod praescriptum coniunxit Iesus amoris Dei mandatum cum amoris proximi praecepto, quod quidem continetur in Libro Levitico: « Diliges proximum tuum sicut te ipsum » (19, 18; cfr Mc 12, 29-31). Quoniam prior nos Deus dilexit (cfr 1 Io 4, 10), nunc non est iam tantum « praeceptum » amor, verum est responsio erga amoris donum, quo Deus nobis occurrit.

In orbe, ubi cum Dei nomine nonnumquam etiam vindicta quin immo officium odii et violentiae coniunguntur, hic nuntius magnum habet in praesentia pondus atque certam quandam significationem. Hac de causa in his Nostris primis Encyclicis Litteris de amore cupimus loqui quo Deus nos replet quique a nobis cum aliis communicari debet. Sic harum Encyclicarum Litterarum duae magnae demonstrantur partes, quae inter se arte nectuntur. Earum prima pars prae se magis indolem speculativam fert, quandoquidem in ea — Nostri Pontificatus initio — quaedam de Dei amore praecipua extollere volumus, quem ipse arcana gratuitaque ratione homini praebet, una cum intrinseco vinculo illius Amoris cum humani amoris natura. Altera pars certiorem habet speciem, quoniam amoris in proximum mandati ecclesiale exercitium tractat. Argumentum peramplum exhibetur; attamen longior quaedam tractatio propositum excedit harum Litterarum Encyclicarum. Nostra est voluntas in quibusdam praecipuis elementis perstare, sic ut in mundo renovata quaedam operositatis vis excitetur uti amori Dei humanum responsum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar